Pepadun.news,Tanggamus-Gelaran Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Tanggamus tahun 2017 tampil begitu istimewa, dengan di adakannya Lomba Fotografi bertajuk “Potensi dan Hasil Pembangunan Kabupaten Tanggamus”. Tetapi sangat di Sayangkan ,lomba fotografi tersebut diduga tidak fair dan banyak terjadi kejanggalan di dalamnya. Bahkan, syarat dan ketentuan perlombaan yang sudah jelas tertera di brosur lomba, justru diduga dikangkangi oleh panitia sendiri.
Perlombaan itu mencari lima kategori juara. Yaitu kategori Juara I mendapatkan hadiah Rp6,5 juta, Juara II mendapatkan Rp4 juta, Juara III mendapatkan Rp3 juta, Juara Favorit mendapatkan Rp2,5 juta, dan Juara Harapan mendapatkan Rp1 juta.
Jelas tertera dalam syarat dan ketentuan perlombaan, bahwa pertama, peserta lomba terbuka untuk umum. Kedua,obyek foto merupakan potensi ataupun hasil pembangunan di wilayah Tanggamus dalam berbagai sektor.
Ketiga, originalitas foto yang merupakan karya sendiri, bukan hasil rekayasa atau reproduksi serta memiliki unsur-unsur fotografi. Keempat, file foto dikirimkan dalam format jpeg, dengan sisi terpanjang minimal 1024 pixels dan resolusi minimal 72 dpi.
kelima, foto bukanlah hasil kombinasi lebih dari satu foto atau menghilangkan/menambahkan/merubah elemen-elemen dalam satu foto dan dilarang melakukan pengolahan gambar secara over ,sehingga menghasilkan gambar yang berbeda dari realitas.
Ketujuh, setiap peserta maksimal mengirimkan dua file foto yang peng-capture-annya dilakukan antara 2016 – 2017 dan foto yang dilombakan belum pernah dipublikasikan/dilombakan pada even lain.
Aturan kedelapan, foto dikirimkan ke alamat emailmusrenbang.tanggamus@gmail.commulai tanggal 9 Februari sampai 9 Maret 2017 yang diberi judul disertai dengan narasi singkat tentang foto, waktu (tanggal dan jam) pengambilan, jenis/tipe kamera yang digunakan,diafragma, shutter speed, focal lenght,dan jenis lensa (optional), serta melampirkan identitas diri (KTP/SIM/Kartu Pelajar), dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
Poin kesembilan, khusus untuk penentuan kategori Juara Favorit, setiap foto harus diunggah di media sosial (facebook dan instagram) dengan hastag (tagar) #musrenbang.tanggamus2017 dan @musrenbang.tanggamus serta menyertakan singgah di BAPPEDA Tanggamus.
Kesepuluh, keputusan dewan juri adalah mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Dan ketentuan terakhir semua karya foto yang telah dikirimkan akan menjadi milik panitia lomba, dalam hal ini Bappeda Tanggamus dan panita berhak mempublikasikannya tanpa harus meminta izin lebih dulu.
Salah seorang peserta lomba foto , Albertus Yogy Pratama mengatakan, sebelas syarat dan ketentuan perlombaan lazim pada setiap perlombaan fotografi. Namun menurut pengguna Canon EOS 1100D dan EOS 600D itu, yang lucu adalah realisasi penentuan kriteria juaranya.
Karena dia menilai, panitia justru melanggar syarat dan ketentuan perlombaan yang notabene dibuat oleh panitia itu sendiri.
Pria yang akrab disapa Yogy itu menyebutkan, dirinya sudah sering ikut lomba fotografi. Dan menurutnya, kalah atau menang dalam lomba itu sudah lumrah dan hal biasa,namanya dalam suatu perlombaan pasti ada yang menang ad yang kalah ,Namun dia merasa khusus lomba fotografi yang digagas Bappeda Tanggamus ini menurut tidak fair, pertamanya, tidak ada klasifikasi jenis kamera yang digunakan, entah itu SLR atau D-SLR, kamera drone, ataupun kategori ponsel.
“Kejanggalan kedua, jelas tertera dalam brosur perlombaan poin ke-8, bahwa file foto harus disertai dengan judul, narasi singkat, dan metadata file fotografi yang biasa disebut denganExchangeable Image Format (EXIF) data. Isi EXIF data, antara lain waktu pengambilan foto, shutter speed, diafragma, ISO, focal lenght, dan jenis lensa yang digunakan.
Masalahnya adalah, kok bisa Juara I dan II dalam lomba ini adalah foto yang dihasilkan dari jepretandrone ? Sementara kamera bawaan drone itu, tidak dilengkapi dengan EXIF Data lengkap seperti yang jelas tertera pada ketentuan poin ke-8. Terkecuali kalau drone itu yang harganya puluhan juta dan punya kemampuan untuk mengusung seperangkat kamera SLR atau D-SLR dengan mode capture manual, baru bisa menghasilkan foto yang dilengkapi dengan EXIF Data sempurna berikut jenis lensanya,” ungkap Yogy.
Ketidaksesuaian dan tidak transparannya penentuan kriteria juara, baik oleh dewan juri maupun panitia inilah yang memicu dugaan miring pelaksanaan lomba. Masih menurut Yogy, kamera kelas SLR maupun D-SLR pun, jika mode capture-nya bukan mode Manual (yang dilambangkan dengan huruf M), tidak akan bisa menghasilkan jepretan yang memiliki EXIF Data sempurna.
“Intinya begini, memang panitia maupun dewan juri tidak membatasi jenis kamera yang digunakan. Tapi ingat, ada ketentuan poin ke-8 yang menyebutkan, bahwa foto yang dilombakan harus disertai EXIF Data serta jenis lensa yang digunakan. Poin itu sudah secara tidak langsung membatasi kamera yang digunakan untuk lomba ini. Karena EXIF Data sempurna itu hanya bisa dihasilkan dari jepretan kamera SLR/D-SLR mode manual.
Kamera SLR/D-SLR pun, kalau tidak menggunakan mode manual, tidak bisa menghasilkan shutter speed, diafragma, ISO, dan focal lenghtyang lengkap. Belum lagi harus ada keterangan jenis lensa yang digunakan.Nah, kamera drone dan kamera HP tidak punya EXIF Data lengkap/sempurna seperti yang diminta pada poin ke-8. Tapi kok bisa Juara I dan II diboyong oleh foto yang dijepret menggunakan kamera drone? Dan kok itu dibiarkan saja oleh panitia yang membuat ketentuan poin ke-8? Ada apa antara panitia dengan dewan jurinya? Bukannya dalam sebuah even lomba, kewenangan panitia itu superior di atas kewenangan juri. Karena dewan juri itu dipilih/ditunjuk, dibentuk, dan nantinya dibubarkan oleh panitia setelah lomba usai. Tapi mengapa kok dalam lomba ini, kesannya panitia malah tunduk pada juri?” papar Yogy.
Saat dikonfrontasi mengenai keabsahan dan kriteria penentuan juara, Ketua Panitia Lomba Fotografi sekaligus sebagai Kepala Bidang Pendanaan Bappeda Tanggamus Ferry berkilah, meskipun dirinya adalah ketua panitia namun untuk penentuan juara dia pasrahkan sepenuhnya pada dewan juri. Selain terkesan meng-kambinghitam-kan dewan juri, panitia lomba juga berlindung di balik ketentuan poin 10, bahwa keputusan dewan juri tak bisa diganggu-gugat.
“Dalam lomba ini, kan kami ada Dewan Juri. Mereka adalah asosiasi fotografer senior di Lampung dan mereka sangat memahami bidang ini. Dewan Juri ini juga independen, kami pun tak saling kenal kok dan kami sama sekali tidak cawe-cawe (ikut campur) dalam penentuan juaranya. Jadi di mananya yang nggak fair? Kalau soal ketentuan poin ke-8 dalam brosur, kan tidak wajib menyertakan EXIF Data dan lensa yang digunakan. Kalau ada ya silakan lampirkan, kalau nggak ada yaenggak masalah. Jadi ya kamera apapun boleh, termasuk kamera ponsel dan drone sekalipun,” kelit Fery. (Ros)